MAKALAH PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA AFRIKA

 

PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA AFRIKA

(Makalah)

Dosen Pengampu : Fitriani, S, IQ, M.Pd. I


Disusun Oleh:

Kelompok 12 Kelas D

1. Liza Wafiq Azizah (1911010360)

2. Syintia Purnama (1911010213)




PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

1442 H / 2021 M

KATA PENGANTAR


Bismillahirahmanirahim.

Segala puji syukur milik Allah subahanahu wata’ala Tuhan semesta alam. Rahmat dan keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabatnya serta para pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan kelak. Tak lupa kami bersyukur atas tersusunnya makalah kami yang berjudul “Perkembangan Islam Di Asia Afrika". Tujuan kami menyusun makalah ini adalah unuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dan untuk menambah wawasan kita semua.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena itu, kami harap kritik dan saran yang membangun agar sekiranya dalam penyusun makalah yang selanjutnya lebih baik. Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.


Bandar Lampung, 20 Mei 2021



Kelompok 12

DAFATAR ISI


KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang 1

  2. Rumusan Masalah 1

  3. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN

  1. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Cina 3

  2. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Jepang 7

  3. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Korea 10

  4. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Taiwan 13

  5. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Mesir 16 

  6. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Aljazair 20

  7. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Sudan 23

  8.  Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Somalia 26

  9. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Mauritania 27

  10. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Afrika Selatan 29

BAB III PENUTUP

  1. Kesimpulan 33

  2. Saran 34

DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, agama Islam juga mengalami perkembangan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa agama Islam pada mulanya hanya berada di kawasan Saudi Arabia saja, namun lama-kelamaan dengan berjalannya waktu, agama Islam pun semakin meluas dan menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuk ke Asia Timur, khususnya Cina, Jepang, dan Korea Dan kawasan Afrika khususnya Mesir, Aljazair, Sudan, Mauritania, Somalia, Afrika Selatan. Islam juga mengalami perkembangan yang cukup pesat di sana. Untuk itu, dalam pembahasan makalah ini kami akan membahas mengenai bagaimana perkembangan Islam di Asia dan Afrika.

  1. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Cina?

  2. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Jepang?

  3. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Korea?

  4. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Taiwan?

  5. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Mesir? 

  6. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Aljazair?

  7. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Sudan? 

  8. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Somalia?

  9. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Mauritania?

  10. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di Afrika Selatan?

  1. Tujuan

Mengetahui dan memahami sejarah dan perkembangan Islam wilayah Asia di Cina, Jepang, Korea dan Taiwan. Dan wilayah Afrika di Mesir, Aljazair, Sudan, Mauritania, Somalia dan Afrika Selatan.




















BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan perkembangan agama Islam di Cina

Islam sampai ke Cina melalui dua jalur perdagangan, pertama-tama melalui jalan laut, dan kemudian melalui jalur darat. Komunitas Muslim Cina telah meningkat terus-menerus bertahun-tahun melalui imigrasi, perpindahan agama dan perkawinan.

Sumber-sumber Cina Kuno melaporkan bahwa ekspedisi Arab datang ke Cina di tahun kedua pemerintahan Kaisar Yung Way dari Dinasti Tang; yaitu pada 31 H (651 M) di masa pemerintahan Khalifah Utsman. Orang-orang Muslim Cina percaya bahwa para anggota delegasi ini, yang berjumlah 15 orang, adalah orang muslim pertama yang memasuki Cina. Mereka percaya bahwa ekspedisi itu di bawah Saad Ibn Abi Waqqas, salah seorang sahabat Nabi. Delegasi datang ke Cina melalui laut, mendarat ke Kanton, kemudian melalui darat  pergi ke ibukota Shang-An (sekarang Sian) di mana mereka disambut oleh Kaisar dan diizinkan membangun sebuah masjid. Masjid ini diyakini sebagai masjid pertama di Cina, yang masih berdiri sampai sekarang. Ada juga sebuah masjid di Kanton, di atas kuburan Saad, ketua ekspedisi itu. Namun cerita ini belum diuji dengan sumber-sumber Arab, dan dapat dipastikan bahwa Saad Ibn Abi Waqqas meninggal di Madinah. Ini berarti bahwa ketua ekspedisi itu pasti Saad yang lain.

Tentara Muslim mencapai perbatasan Cina pertama kali melalui darat di masa Khalifah Walid dari Bani Umayyah. Al Hajjaj Ibn Yusuf Al Tsaqafi, Gubernur Irak pada waktu itu mengirim tentara Muslim di bawah pimpinan Qutaibah Ibn Muslim Al Bahili ke perbatasan Cina.  Tentara itu meninggalkan Samarkand (Uzbekistan) pada 93 H (711 M) dan memasuki Kashgar (Singkiang) pada 96 H (714 M). Kaisar Cina kemudian setuju membayar upeti kepada orang-orang Muslim sebagai tanda kesetiaan kepada Negara Muslim.

Hubungan perdagangan meningkat dengan pesat antara bangsa Muslim dan Cina. Perdagangan dijalankan pertama dengan jalur laut, kemudian ketika Kasghar menjadi bagian dari bangsa Muslim, melalui jalur darat. Kebanyakan pedagang adalah Muslim, dan umumnya dari Arabia dan Persia. Hubungan antara Cina dan bangsa Muslim di masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah terus menerus bersifat ramah dan hangat, saling tukar-menukar kedutaan dan delegasi. Pada 138 H (755 M) Kaisar Cina meminta pertolongan dari bangsa Muslim untuk memadamkan pemberontakan An-Lu-Chan. Khalifah memenuhi dengan mengirim pasukan terdiri dari 4.000 orang tentara Muslim yang berhasil mengalahkan pemberontak dan menetap di tanah Cina. Mereka mengawini wanita Cina, membangun keluarga Muslim, sehingga memberikan dukungan demografik yang kuat kepada komunitas Muslim pertama di Cina.

Selama Dinasti Tang, orang-orang Muslim hidup makmur dan dihormati di Cina, banyak Kaisar yang memberikan perlakuan istimewa kepada mereka. Pemberian hak istimewa ini meningkat di bawah Dinasti Siung. Ada 86 delegasi dari Negara Muslim ke China antara 31 H (651 M) dan 604 H (1207 M). Sepanjang Dinasti Siung pos baru diciptakan, yaitu Direktur Jendral Laut di Kanton selalu dijabat oleh soerang Muslim. Sepanjang periode yang sama, penduduk Muslim meningkat dan terjadi perpindahan agama secara massal Suku Hsiung Nu.

Orang-orang Mongol di bawah Chingis Khan menyerbu China dan meruntuhkan Dinasti Siung. Kubilay Khan, anak Chingis membanagun Dinasti Yuan. Pada waktu itu tentara Mongol menaklukkan sebagian besar bagian Asia dari dunia Islam dan menghancurkan kekhalifahan Abbasiyah dan ibu kota Muslim, Baghdad. Namun akibat sampingnya adalah Pax Mongolica  yang meliputi bagian-bagian dunia Islam dan China dalam satu unit tunggal. Situasi ini membantu terjadinya perpindahan agama secara massal ke Islam, terutama para pembesar Mongol. Akhirnya orang-orang Muslim menjadi kelas terkemuka di seluruh Negara Mongol. Di periode ini pengembara Maroko Ibn Batutah mengunjungi China. Ia melaporkan bahwa “tiap kota China mempunyai kota Muslim di mana hanya hidup orang-orang Muslim, dalam kota-kota ini ada masjid dan lembaga-lembaga lain. Orang-orang Muslim sangat dihormati.”

(PUNCAK KEJAYAAN) Dinasti Mongol (Yuan) jatuh pada 1368 M, diganti oleh Dinasti Ming sampai 3 abad sampai tahun 1644 M. Muslim memencapai puncak kemakmuran pada periode ini. Pengaruh Islam pada Dinasti Ming pernah lebih besar dari Dinasti Mongol. Kaisar pertama dinasti itu, Ming Tsai Tsu, dan Kaisar wania  diperkirakan telah menjadi Islam. Kaisar Yung Lu (1405-32 M) menggunakan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi China dan mengirim Duta Besar Muslim, Chung Hu, ke beberapa Negara Muslim untuk membangun hubungan yang hangat dengan mereka. Kebanyakan pejabat tinggi Dinasti Ming juga Muslim.

Dinasti Ming dijatuhkan oleh Manchu yang membangun Dinasti Ching. Kebijakan opsesif (menekan) Dinasti Mancu, yang didirikan pada abad ke-17, mengakibatkan timbulnya banyak pemberontak Muslim. Pemberontakan yang sangat hebat terjadi di Propinsi Yunan dan Kansu. Haulung (1871) mampu menguasai wilayah yang sangat luas, sementara Yaqub Beg (1820-1877) berhasil membentuk pemerintahan yang memperoleh pengakuan saat kekuatan kerajaan China pulih kembali. Di Honan muncul perjuangan yang berakhir pada tahun 1953 dengan tujuan untuk mendirikan sebuah pemerintahan Islam yang merdeka.

Rezim peerintahan republic yang baru, yang bermula pada awal abad ke-20. Dalam pemerintahan Republik Rakyat Cina orang Muslim tidak diperlakukan sebagai satu “kelompok masyarakat”. Hanya kelompok etnik yang terdapat dalam komunitas Muslim yang memperoleh pengakuan langsung. Mereka dinyatakan sebagai “warga Negara minoritas”. Tekanan dan kedzaliman yang dilakukan oleh pemerintah Cina semenjak tahun 1911 – 1949 dalam pemerintahan Republik Cina dan 1949 – sekarang oleh RRC membuat muslim uighur maupun muslim hui menjadi sangat gerah. Di Xinjiang, walaupun daerah tersebut sangat kaya dengan minyak dan pariwisatanya, namun penduduk uighur hidup dalam kemiskinan dan tekanan dalam ibadah mereka. Pemerintah Cina seolah-olah ingin mengatakan “Kami mau harta di Xinjiang tetapi tidak menginginkan orang-orang uighur”. Akumulasi tekanan dan penindasan inilah yang menjadi cikal bakal kerusuhan-kerusuhan di Xinjiang, termasuk terakhir yang terjadi 5 Juli 2009 lalu.

Tercatat sekitar 184 orang meninggal 1434 orang dipenjara dan 1680 lainnya terluka dalam bentrok aparat dengan muslim uighur. Dan yang lebih parah lagi, setelah kejadian itu, pemerintah Cina seolah membiarkan ketika kejadian ini berganti menjadi kerusuhan etnis. Setelah pemerintah dan aparat keamanan yang menghabisi etnis uighur, giliran suku Han yang dipancing untuk menghabisi etnis uighur, dan ini dibiarkan begitu saja oleh pemerintah Cina. Lebih menuakitkan lagi, sampai sekarang aparat Cina mengepung kota Urumqi dengan tentara yang sangat banyak dan melarang shalat jum’at bagi orang muslim uighur.

B. Sejarah dan Perkembangan Agama Islam di Jepang

Islam diperkenalkan di Jepang sekitar pergantian abad yang lalu oleh orang Tartar Muslim dari Imperium Rusia. Salah seorang pendakwah pertama, Abdul Rashid Ibrahim datang di Jepang pada tahun 1909. Setelah itu lebih banyak Muslim Tartar datang lebih banyak, kemudian  orang Jepang pindah agama ke Islam. Orang Jepang yang pertama kali masuk Islam adalah Torajiro Yamada. Kemudian disusul oleh Mitsutaro Takaoka pada tahun 1909, yang kemudian mengganti namanya menjadi Omar Yamaoka setelah  pulang dari ibadah haji. Kemudian Bunpachiro Ariga tahun 1946, yang kemudian berganti nama menjadi Achmad Ariga, seorang pedagang yang mendapat pengaruh Islam dalam perjalanan ke India. Kemudian ada lagi nama Hilal Torajiro 1957, Yarullah Tanaka  Ippei 1934, dan lain-lain.

Islam di Jepang berkembang pesat saat berkecamuknya Perang Dunia II, kemudian satu lagi pada saat terjadi krisis minyak dunia. Islam mencapai puncak kejayaannya di Jepang pada tahun 1973, namun perkembangan Islam di Jepang tidak sama halnya dengan perkembangan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah yang berada di Timur Tengah. Islam di Jepang hanyalah Islam yang bersifat minoritas semata, jauh berbeda dengan Islam di Timur Tengah. Kalau pada masa Dinasti Abbasiyah, agama Islam berkuasa secara penuh dikarenakan semua penduduk menganut agama Islam, lain halnya dengan Islam yang  ada di Jepang yang hanya sebagian kecil penduduknya yang menganut agama Islam.

Setelah usainya krisis minyak dunia Islam pun kembali mulai dilupakan oleh masyarakat Jepang. Setelah itu agama Islam seolah-olah sulit berkembang di negara ini. Hal ini disebabkan oleh ketaatan masyarakat Jepang pada agama Shinto dan Budha.

Perkembangan agama Islam di Jepang pada saat ini sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Berdasarkan perkiraan Islamic Centre, jumlah pnganut agama Islam di Jepang sudah mencapai 70.000 sampai dengan 200.000 orang. Penganut Islam terbanyak adalah berasal dari luar Jepang. Menurut Michael Penn, dari total keseluruhan penganut Islam di Jepang hanya sekitar 10% yang merupakan berasal dari penduduk asli Jepang. Sedangkan 90% merupakan penduduk pendatang dari luar Jepang. Sebagian besar pemeluk agama Islam di Jepang adalah para pelajar dan para imigran dari negara-negara Asia Tenggara dan Timur Tengah. Mereka tersebar di  banyak tempat, seperti di Tokyo, Nagoya, Osaka, Kobe, dan tempat-tempat lainnya. Salah satu sebab agama Islam bisa berkembang di Jepang adalah karena bagusnya iklim toleransi yang ada di masyarakat Jepang. Dan adanya jaminan kebebasan beragama oleh pemerintah Jepang. Toleransi penduduk asli terhadap agama baru sangat tinggi. Misalnya saja: pada jamuan makan/minum selalu ditanyakan apakah ada yang berpantang terhadap daging atau minuman yang mengandung alkohol.

Di Jepang terdapat ratusan masjid, jumlah masjid yang terbanyak berada di daerah Tokyo. Masjid pertama yang dibangun oleh orang Muslim di Jepang  adalah Masjid Kobe, yaitu pada tahun 1935. Kemudian pada tahun 1938 mereka membangun masjid Tokyo. Saat ini ada sekitar sepuluh asosiasi Muslim mengumpulkan komunitas di kota-kota sebagai berikut: Tokyo,Kyoto, Kobe, Naruta, Tokoshima, Sendai, Nagoya, Kamizawa. Masjid terbaru sekarang adalah Masjid Gitu yang terletak di daerah provinsi Aichi.

Dakwah-dakwah dilakukan secara individual kepada keluarga. Dakwah-dakwah dilakukan secara rutin terhadap komunitas-komunitas  muslim di sini. Di negara ini terdapat beberapa organisasi Islam, diantaranya Japan Muslim Asociation dan Japan Islamic Congres. Negara ini pernah menyelenggarakan seminar internasional yang diselenggarakan oleh JIC (Japan Islamic Congres). Dengan adanya organisasi ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan agama Islam di Jepang. Organisasi ini menyediakan markas kegiatan sosial pendidikan dan markas sosial keagamaan. Organisasi keagamaan juga menyelenggarakan acara bersama dan juga diskusi untuk menambah pengetahuan keislaman. Selain itu acara ini juga efektif dalam membina persaudaraan sesama Muslim. Dengan adanya organisasi keagamaan ini merupakan salah satu upaya yang mendorong pengembangan agama Islam serta mengenalkan agama Islam secara lebih luas pada masyarakat Jepang dan cosmopolitan.

Di masa kini ketika Jepang menjadi salah satu tujuan pendidikan, usaha dan wisata yang populer, banyaknya pekerja, pelajar dan wisatawan muslim turut mempengaruhi perkembangan Islam disana. Minister Sato, Wakil Duta Besar untuk Indonesia menyatakan: "Di Jepang pada tahun seribu sembilan ratus tiga puluhan (1930-an), hanya ada dua masjid, namun saat ini sudah terdapat lebih dari seratus masjid. Masyarakat Islam yang ada di Jepang, paling banyak orang Indonesia, kemudian orang Pakistan, Bangladesh, dan Iran. Pusat Islam dan Asosiasi Muslim Jepang di Tokyo menjadi pusat studi Islam dan Bahasa Arab bagi warga Jepang, yang banyak menarik perhatian warga muda Jepang. Saya percaya, akumulasi dari berbagai usaha yang kecil seperti ini, dapat memberi andil bagi dunia yang lebih damai."

Bandara-bandara internasional di Jepang berusaha menjadi lebih ramah kepada umat Islam dengan menyediakan fasilitas dan ruang ibadah di tengah kenaikan tajam pengunjung dari dunia Islam menyusul kelonggaran dari pemerintah Jepang tentang peraturan untuk mengeluarkan visa pada Juli 2013.

Kyoto, juga berencana menjadi kota yang ramah terhadap muslim. Pasca pembebasan visa pada Juli 2013, jumlah pengunjung muslim asal Malaysia ke Jepang meningkat dan mendorong pemerintahan di Kyoto mencari cara untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kyoto memiliki kelompok studi dibawah Asosiasi Muslim Kyoto. Asosiasi yang berdiri sejak tahun 1987 ini mengusahakan agar muslim dapat mengunjungi masjid dan beribadah di dalamnya, menyediakan ruangan dengan petunjuk arah kiblat, juga memberikan informasi terkait tempat-tempat makan halal yang di Kyoto.

C. Sejarah dan Perkembangan Agama Islam di Korea

Selama pertengahan abad ke-7, pedagang Muslim telah melintasi Asia Timur sejak Dinasti Tang dan membentuk kontak dengan Silla, salah satu dari Tiga Kerajaan Korea Pada tahun 751 M, seorang jenderal Cina keturunan Goguryeo, Gao Xianzhi, memimpin Pertempuran Talas untuk Dinasti Tang terhadap kekhalifahan Abbasiyah namun dikalahkan. Referensi paling awal ke Korea dalam kerja geografis non-Asia Timur muncul dalam General Survey of Roads and Kingdoms oleh Ibnu Khurdadbih pada pertengahan abad ke-9.

Kehadiran pertama Islam dapat diverifikasi di Korea berawal dari abad ke-9 selama periode Silla Bersatu dengan kedatangan pedagang dan navigator Persia dan Arab. Menurut banyak geografer Muslim, termasuk penjelajah dan ahli geografi Muslim Persia abad ke-9 Ibnu Khurdadbih , banyak dari mereka menetap secara permanen di Korea, mendirikan desa-desa Muslim. Beberapa catatan menunjukkan bahwa banyak dari pemukim berasal dari Irak. Catatan lain menunjukkan bahwa sejumlah besar dari Syiah faksi Alawi  menetap di Korea. Selanjutnya yang menunjukkan adanya masyarakat Muslim Timur Tengah di Silla adalah patung-patung wali kerajaan dengan karakteristik khas Persia.  Pada gilirannya, umat Islam banyak kemudian menikah dengan wanita Korea. Beberapa asimilasi ke Buddhisme dan Shamanisme terjadi, karena isolasi geografis Korea dari dunia Muslim.

Hubungan perdagangan antara dunia Islam dan semenanjung Korea dilanjutkan dengan kerajaan Goryeo sampai abad ke-15. Akibatnya, sejumlah pedagang Muslim dari Timur Dekat dan Asia Tengah menetap di Korea dan mendirikan keluarga di sana. Setidaknya satu klan utama Korea, keluarga Chang keluarga dengan tempatnya di desa Toksu, mengklaim keturunannya dari keluarga Muslim. Beberapa Muslim Hui dari Cina juga tampaknya telah tinggal di kerajaan Goryeo. Pada 1154, Korea termasuk dalam atlas dunia geografer Arab Muhammad al-Idrisi, Tabulla Rogeriana. Peta tertua dunia Korea, Kangnido, menarik pengetahuan dari Kawasan Barat dari karya geografi Islam.

Kontak kecil dengan masyarakat mayoritas Muslim, khususnya Uighur, berjalan terus dan semakin dekat. Satu kata untuk Islam dalam bahasa Korea, hoegyo berasal dari huihe, nama Bahasa Tionghoa tua untuk Uyghur. Selama akhir periode Goryeo, ada masjid di ibukota Gaeseong. Selama kekuasaan Mongol di Korea, Mongol sangat bergantung pada Uyghur untuk membantu mereka menjalankan kerajaan besar mereka karena keaksaraan Uighur dan Uighur berpengalaman dalam mengelola jaringan perdagangan yang diperluas. Setidaknya dua orang Uighur duduk di Korea secara permanen dan menjadi nenek moyang dari dua klan Korea.

Pada periode awal Joseon, penanggalan Islam berfungsi sebagai dasar untuk kalender karena reformasi untuk akurasi yang unggul di atas kalender Cina yang sudah ada.  Penerjemahan Korea dari Huihui Lifa, sebuah teks yang menggabungkan  astronomi  Cina dengan astronomi Islam, dipelajari di Korea di bawah Dinasti Joseon di masa Sejong yang Agung pada abad ke-15. Tradisi astronomi Cina-Islam bertahan di Korea sampai awal abad ke-19.

Namun, karena isolasi politik dan geografis Korea selama periode Joseon, Islam harus menghilang di Korea yang pada saat itu diperkenalkan kembali pada abad ke-20. Hal ini diyakini bahwa banyak praktik-praktik keagamaan dan ajaran tidak dapat bertahan. Namun, pada abad ke-19, pemukim Korea di Manchuria melakukan kontak kembali dengan Islam, ini menjadi Muslim Korea pertama pada zaman modern.

Catatan paling awal dari Muslim asli Korea berawal dari abad ke-19, ketika ada sebuah komunitas Muslim yang signifikan yang menempatkan dirinya di Manchuria. Kelompok ini meliputi keturunan pedagang Asia Tengah yang telah menetap di kota-kota Manchuria. Di sanalah warga Korea asli pertama kali datang untuk menerima Islam sebagai agama mereka. Namun, itu hanya setelah Perang Korea bahwa Islam mulai tumbuh secara signifikan di Korea. Islam diperkenalkan ke Korea oleh Brigade Turki yang datang untuk membantu Korea selama perang. Sejak itu, Islam telah terus tumbuh di Korea dan diadopsi oleh kalangan penduduk asli Korea yang cukup signifikan.

Korea Muslim Federation (KMF) mengatakan akan membuka sekolah dasar Islam pertama bernama SD Pangeran Sultan Bin Abdul Aziz pada Maret 2009 dengan tujuan membantu belajar tentang agama mereka melalui kurikulum sekolah resmi. Rencana sedang dilakukan untuk membuka sebuah pusat budaya, sekolah menengah dan bahkan universitas. Abdullah Al-Aifan, Duta Besar Arab Saudi di Seoul, menyerahkan $500.000 untuk KMF atas nama pemerintah Arab Saudi.

Jauh sebelum dibentuknya sekolah formal berupa SD, sebuah madrasah bernama Madrasah Sultan Bin Abdul Aziz, telah berfungsi sejak tahun 1990 dan di situlah anak-anak diberi kesempatan untuk belajar bahasa Arab, budaya Islam, dan Inggris. Banyak Muslim Korea yang mengatakan gaya hidup mereka yang berbeda membuat mereka lebih menonjol daripada yang lain dalam masyarakat. Namun, kekhawatiran terbesar mereka adalah prasangka yang mereka rasakan setelah serangan 11 September pada tahun 2001.

D. Sejarah dan Perkembangan Agama Islam di Taiwan

Islam di Taiwan adalah agama yang secara perlahan tumbuh dan dianut sekitar 0,3% penduduk Taiwan. Ada sekitar 60.000 muslim di Taiwan dan 90% dari mereka beretnis Hui. Selain itu, ada lebih dari 180.000 pekerja muslim asing yang bekerja di Taiwan dari Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina, serta orang asing Muslim lainnya yang berasal dari lebih 30 negara. Per 2018 Taiwan memiliki delapan masjid dan yang terkenal adalah Masjid Agung Taipei, masjid tertua dan terbesar di Taiwan.

Masuknya Islam ke Taiwan (waktu itu masih bernama Pulau Formosa) tidak lepas dari sejarah masuknya Islam ke negeri Tiongkok. Islam masuk ke Tiongkok melalui kawasan barat negeri itu, bersamaan dengan kedatangan pedagang Muslim pada abad ketujuh Masehi yang kemudian menikahi perempuan setempat. Perkawinan mereka menghasilkan kelompok etnis baru di Tiongkok yang bernama etnis Hui. Itu sebabnya mula-mula masyarakat Tiongkok biasa menyebut agama Islam dengan sebutan 回教 (Huì Jiào) yang berarti “agama Hui”. Tapi belakangan masyarakat lebih terbiasa dengan sebutan 伊斯蘭教 (Yīsīlán Jiào) atau “agama Islam”.

Di Tiongkok ada sekitar 20 juta orang beragama Islam. Sebagian di antara mereka kemudian berhijrah ke Taiwan pada abad ke-17 saat orang Muslim yang tinggal di provinsi Fujian yang berada di pesisir selatan Tiongkok bergabung dengan pasukan Koxinga (Cheng Cheng-Kung) menyerbu Taiwan untuk mengusir pasukan Belanda yang menduduki pulau itu. Usai perang, sebagian pasukan Koxinga yang beragama Islam itu ada yang memilih menetap di Taiwan.

Keturunan mereka kemudian menikah dan berasimilasi dengan masyarakat setempat. Sebagian mereka ada yang tetap menjadi Muslim, sedangkan sebagian lain berpindah agama.

Menurut Profesor Lien Ya Tang dalam bukunya yang berjudul History of Taiwan (1918), meskipun mereka beragama Islam, orang Muslim yang menetap di pulau Formosa itu tidak aktif menyebarkan agamanya. Mereka juga tidak membangun masjid di pulau tersebut.

Gelombang kedua kedatangan orang Muslim ke Taiwan berlangsung selama perang sipil Tiongkok pada abad ke-20. Pada saat itu sekitar 20.000 tentara Muslim beserta keluarganya yang pro partai nasionalis Kuomintang pimpinan Chiang Kai Shek ikut hijrah ke Taiwan pada tahun 1949, karena tidak sudi berada di Tiongkok daratan yang dikuasai Partai Komunis Tiongkok.

Kebanyakan mereka adalah tentara dan pegawai negeri yang berasal dari provinsi Tiongkok bagian selatan dan barat yang banyak dihuni orang Islam, seperti Yunnan, Xinjiang, Ningxia, dan Gansu.

Selama tahun 1950-an kontak antara etnis Hui (masyarakat Muslim) dan etnis Han sangat terbatas karena perbedaan adat istiadat di antara mereka. Kebanyakan masyarakat Muslim lebih mengandalkan hubungan antar mereka sendiri melalui pertemuan komunitas mereka di sebuah rumah di Jalan Lishui (麗水街) di Taipei.

Namun ketika tahun 1960-an kaum Muslimin melihat kenyataan bahwa kembali ke Tiongkok daratan tidak lebih baik, kontak dengan etnis Han jadi lebih sering. Meski begitu interaksi dan saling bantu dengan sesama umat Islam tetap terus dijaga.

Pada tahun 1980-an ribuan umat Islam dari Myanmar dan Thailand bermigrasi ke Taiwan untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka adalah keturunan tentara pro nasionalis yang melarikan diri dari provinsi Yunnan ketika kelompok komunis berhasil menguasai Tiongkok daratan.


Saat ini ada sekitar 53.000 orang Taiwan yang beragama Islam serta lebih dari 80.000 orang Muslim Indonesia yang menjadi pekerja (TKI) di Taiwan. Sehingga saat ini (tahun 2007) ada sekitar 140.000 umat Islam di Taiwan.

Meskipun perkembangan umat Islam di negeri ini sangat lambat namun dilaporkan setiap tahun ada sekitar 100 orang Taiwan yang masuk Islam, terutama karena menikah dengan pria Muslim.

E. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Mesir

Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, Mesir dalam penjajahan bangsa Romawi Timur, dan yang menjadi Gubernur Mesir pada saat itu ialah Mauqauqis. Pada saat itu bangsa Mesir sangat menderita karena penjajahan yang tidak kenal belas kasihan. Oleh Karena itu, Amru Bin Ash selaku panglima perang mengusulkan kepada Khalifah Umar Bin Khattab untuk membebaskan Mesir dari penjajahan Romawi. Usul ini diterima dan pasukan Islam yang membawa 4000 orang siap membebaskan Mesir. Dan sebelum peperangan dimulai, Amru bin Ash menawarkan tiga pilihan kepada penguasa Mesir, yaitu: masuk Islam, atau membayar jizyah, atau perang. Kedua tawaran pertama ditolak, maka terjadilah perang. Pasukan yang dipimpin Amr ini memasuki daerah Mesir melalui padang pasir terus mamasuki kota kecil bernama Al Arisy, dengan mudah pasukan islam menaklukan kota itu. Dari situ pasukan Islam memasuki kota Al Farma. Di kota ini pasukan Islam mendapat perlawanan. Amru Bin Ash memerintahkan untuk mengepung kota ini dan setelah 1 bulan kota ini berhasil direbut.

Dari kota itu pasukan Islam melanjutkan ke kota Bilbis. Di sini pasukan Islam mendapat bantuan dari rakyat Mesir. Di kota ini pasukan islam menangkap putri Mauqauqis yang terkenal sebagai pelindung rakyat Mesir. Putri ini diantar kerumahnya dengan segala hormat. Dari kota Bilbis pasukan Islam menuju ke Tondamis yang terletak di tepi sungai Nil. 

Di sini Amru Bin Ash mendapat kesulitan karena banyak pasukan sudah gugur dan pasukan yang masih hidup merasakan rasa lelah yang luar biasa. Amr Bin Ash pun meminta bantuan ke Khalifah Umar Bin Khattab. Kepada pasukan yang ada Amru Bin Ash memberikan pidato yang berapi-api sehingga pasukan Islam dapat menghancurkan benteng Tondamis dan melanjutkan ke kota Ainu Syam, di perjalanan kota ini pasukan Islam baru mendapat bantuan sebanyak 4000 orang. Setelah Ainu Syam dapat ditaklukan pasukan Islam mempersiapkan penyerangan ke benteng Babil. Selama 7 bulan benteng Babil dikepung dan akhirnya benteng terbaru di Mesir dapat di kuasai.

Setelah itu pasukan Islam merebut kota Iskandaria, maka diadakan perjanjian antara Amr Bin Ash dan Mauqauqis dan sejak itu Mesir menjadi daerah Islam sepenuhnya. Nama Amr Bin Ash diabadikan menjadi nama mesjid tertua di Mesir.

Pasukan Islam telah berhasil memerdekakan bangsa Mesir dari penjajahan jasmani dan rohani yang dilakukan oleh Imperium Romawi, Mesir dijajah selama 711 tahun, sejak terbunuhnya Cleopatra tahun 30 SM hingga masa penaklukan pasukan Islam tahun 642 M.

Amru bin Ash membangun kota Fustath (Kairo sekarang) dan dijadikan sebagai markas pasukan Islam. Ajaran Islam mulai disebarkan di Mesir, dan diantaranya pasukan Islam dilarang berbuat kejahatan kepada penduduk Qibthi. Hal inilah yang membuat orang-orang Qibthi tertarik dengan ajaran Islam. Karena sangat jauh berbeda dengan imperium Romawi yang terkenal suka menindas rakyat jelata, dan mereka mengangkut sebahagian besar hasil gandum dari mesir ke Konstantinopel untuk dinikmati oleh kaisar dan para bangsawan Romawi.

Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula.

Mesir baru menjadi pusat kekuasaan dan juga peradaban Muslim baru pada akhir Abad 10. Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi’ah. Ia menamai kekhalifahan itu Fathimiah dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin Syi’ah, Fatimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya, Jawhar al-Siqili, untuk membangun ibu kota.

Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari “Al-Zahra”, nama panggilan Fatimah) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian bekembang menjadi Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia saat ini.

Muiz dan para penggantinya, Aziz Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Peradaban berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo -baik dalam fisik maupun kehidupn sosialnya-mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.

Gangguan politik terus-menerus dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi, Salahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah. Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.

Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu-kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai Istana keturunan para budak (Mamluk).

Di Istana, saat itu terjadi persaingan antara militer asal Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik, Turansyah, dianggap terlalu dekat Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah, Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan Syajarah menikah. Namun Aybak juga membunuh Syajarah, dan kemudian Musa, keturunan Ayyubiyah, yang sempat diangkatnya.

Di saat Aybak menyebar teror itu, tokoh berpengaruh Mamluk bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru balik ke Mesir, setelah Aybak wafat dan Ali -anak Aybak-mengundurkan diri untuk digantikan Qutuz. Qutuz dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju penghancuran total oleh pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 mereka berhasil mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars (1260-1277) yang dianggap menjadi peletak pondasi Dinasti Mamluk yang sesungguhnya. Ia mengangkat keturunan Abbasiyah -yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad-untuk menjadi khalifah. Ia merenovasi masjid dan universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat peradaban dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih banyak dibanding London di saat yang sama.

Pada ujung abad 15, perekonomian di Mesir menurun. Para pedagang Eropa melalui Laut Tengah tak lagi harus tergantung pada Mesir untuk dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka “menemukan” Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebagai pintu perdagangan laut ke Asia. Pada 1517, Kesultanan Usmani di Turki menyerbu Kairo dan mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk tersebut.

F. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Aljazair

Islam masuk ke negeri ini pada akhir abad ke-7 M, pada masa Khilafah Bani Umayah sekitar abad 682 M. Diawali dari Tunisia, tentara Islam terus berdakwah dan berjihad, bergerak ke arah Barat. Mereka membebaskan sejumlah bangsa Barbar seperti Aljazair, Maroko, Libya, dan wilayah Magribi dari penjajahan bangsa Romawi, untuk hidup dalam naungan Islam yang damai.

Penduduk Aljazair saat ini mayoritas merupakan keturunan Arab-Berber. secara kultural, masing-masing mengembangkan tradisi yang berbeda.Selain itu terdapat suku Tuareg yang tinggal di nomaden.

Bentuk pemerintahannya adalah republik, adapun ibu kotanya adalah Al_jir, dan bahasa resminya adalah bahasa Arab dan bahasa Perancis. Penduduknya yang beragama Islam berjumlah 99,1 % dari seluruh penduduk.

Aljazair di perintah oleh bangsa Romawi semenjak tahun 40 SM, oleh Vandala dari tahun 429 – 534 SM, oleh Bizantium dari tahun 534 – 690 SM, akhir abad ke-7 dikuasai umat Islam. Pada tahun 1830 M Aljazair diduduki oleh Perancis, dan baru pada tanggal 3 Juli 1962  memperoleh kemerdekaan.

Dalam sejarahnya, Aljazair beberapa kali mengalami peralihan kekuasaan. Pertama kali Aljazair berada dalam kekuasaan Dinasti Ziyanid dari tahun 1236. Selanjutnya di bawah tampuk dinasti Islam Ustmaniyah dari tahun 1516. Setelah itu masuk penjajahan Prancis dari tahun 1830. Setelah dijajah selama 150 tahun lebih, pada 1954, Front Pembebasan Nasional (FLN) yang didukung penuh rakyat Aljazair melancarkan perang gerilya.

Dan, setelah hampir 1 dekade bergerilya di kota dan desa, dengan berkorban nyawa dan harta benda, akhirnya mereka berhasil memaksa Perancis keluar pada 1962. Oleh karena itu kemudian Aljazair dikenal dengan Negara milyûn syahîd (sejuta pahlawan). Aljazair memploklamirkan merdeka sebagai Negara Republik kesatuan tepatnya pada 5 Juli 1962. Saat ini bentuk Negara ini berdasarkan republik presidensial.

Perjuangan umat Islam yang terpatri pada sejarah dan merupakan komponen utama permulaan gerakan nasionalisme Aljazair adalah gerakan kaum al-Ulama al-Muslimin. Asosiasi ini didirikan pada bulan Mei 1931 atas inisiatif sejumlah ulama Aljazair yang banyak dipengaruhi oleh gerakan Muhammad Abduh dan Rasyid Rida di Mesir. Mereka menyebarkan keyakinan bahwa depotisme dari dalam dan penjajahan asing dari luar adalah dua penyakit utama yang diderita umat Islam. Syarat utama kebangkitan umat Islam adalah melenyapkan praktik bid’ah dan menggalang persatuan di kalangan Muslimin. Sebagai hasil usaha yang mengantarkan Aljazair mencapai kemerdekaannya Ben Kadis selalu melontarkan slogannya yang amat populer, yaitu: “Aljazair negara kita, Arab bahasa kita, dan Islam agama kita”.

Bersamaan dengan kemunduran Dunia Islam, penjajah Prancis masuk ke wilayah ini. Genderang jihad pun diserukan untuk mengusir penjajah. Perlawanan demi perlawanan terus berlanjut sampai kemudia Prancis harus mengakui kemerdekaan Aljazair pada tahun 1962. Namun, seperti pada negeri-negeri Islam lain, kemerdekaan ini menjadi semu, karena kemudian yang berkuasa di Aljazair adalah agen-agen Prancis sendiri. Aljazair kemudian menjadi negara sekuler dengan sistem republik yang dipimpin oleh boneka dan kader-kader binaan Prancis.

Dengan menjadi negara sekuler, Aljazair menjadi negara yang sangat bergantung pada Prancis; terjerat dalam sistem sekuler yang hanya menguntungkan negara asing dan para penguasa sekuler.

Kondisi menyedihkan akibat sistem sekuler ini mendorong munculnya gerakan-gerakan Islam yang menyerukan kembali ke jalan Islam. Sistem sekuler dianggap telah gagal dan jalan yang menyelamatkan hanyalah Islam. “Islam adalah Solusi”, demikian opini dibangun oleh gerakan-gerakan Islam di Aljazair.

Semenjaktahun 1980, Aljazair memasuki masa kebangkitan Islam, hal itu ditandai antara oleh :

1. Semangat kehidupan beragamanya meningkat.

2. Perencanaan ekonomi yang lebih sistematis,  bahkan menjadikan penduduk menganut minoritas mitos industrilisasi sebagai satu-satunya kekuatan.

Berdasarkan kongres partai tunggal di Aljazair, yakni The National Liberation Front  (Front Pembebasan Nasional) pada tanggal 27 – 31 Januari 1979, maka diadakan kegiatan-kegiatan :

3. Mendirikan “Pusat Latihan Imam” di Meftah, sebelah Utara Al-Jir.

4. Membangun Universitas Teknik Ultra Modern di Oran,

5. Mendirikan pusat perdagangan Ultra modern di Oran,

6. Membangun pusat perdagangan serta kebudayaan Riyad Al-Feth yang bergaya Barat dan kontroversial di Al-Jir.

7. Pembangunan Masjid-masjid.

Di Aljazir terdapat Kementerian Agama (Wizarah As-Syu’un Al-Diniyah), yang tugas utamanya mengembakan studi Islam dan mengenalkan tradisi Islam serta ideology Islam. Salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan seminar tentang pemikiran Islam yang pertama di Batna (1969), kedua di Aures (1978), dan ketiga di Al-Jir (1980).

G. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Sudan

Islam di Sudan merupakan agama mayoritas dengan masyarakatnya yang menganut Mazhab Maliki, dan penganut tasuwuf sebagai masyarakat mayoritas. Dan berkembangnya Islam di Sudan sendiri terdiri dari fase ke fase, hingga akhirnya Islam menjadi agama mayoritas di Sudan. Di antara fase berkembangnya Islam di Sudan adalah pada masa Dinasti Funji.

Sudan sendiri merupakan wilayah yang dulunya juga masuk di bawah kekuasaan Turki Utsmani, namun Islam sudah berkembang ke berbagai daerah bahkan telah menjadi kekuatan besar sebelum Turki Utsmani menguasai negeri tersebut. Hal tersebut terbukti dengan berdirinya sebuah kerajaan besar Islam yang hampir menguasai seluruh wilayah Sudan pada waktu itu. Nama kerajaan tersebut adalah  kerajaan Funj yang menjadikan kota Sinnar sebagai pusat kerajaan. Dalam perkembangannya, kerajaan Funj diwarnai banyak tarekat sufi yang sampai saat ini menjadi masyarakat mayoritas di negeri tersebut. Perkembangan tersebut akhirnya banyak menarik perhatian ulama dari Mesir, Afrika Utara dan Arab atas kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Funj.

Funj sendiri merupakan kelompok masyarakat pengembala yang berasal dari wilayah Blue Nil yang kemudian terkenal dengan suku Funj. Bersama pemimpinnya yang bernama Asmara Dungas, suku ini mampu mengalahkan kerajaan Kristen di Alwa pada 1504 M, dan menjadikan Sinnar sebagai ibu kota kerajaan. Dan di negara bagian utara Kerajaan Funj inilah, wilahnya berbatasan dengan masyarakat Arab Muslim. Mereka kemudian bekerja sama dalam bidang perdagangan dengan menggunakan Bahasa Arab Lingua Franca. Dan dalam perkembangannya, bahasa Arab kemudian menjadi bahasa persatuan pada abad 18 dijadikan sebagai bahasa resmi dokumen negara.

Kerajaan Funj sendiri bersandar pada stabilitas ekonomi dalam bentuk perdagangan emas. Dan semua pertambangan yang berada di wilayah kerajaan menjadi milik Sultan, yang juga mengkordinir perdagangan Internasional. Namun, monopoli perdagangan ini akhirnya berakhir setelah banyak pedagang asing tinggal di Sinnar.

Penyebaran Islam di masa Funj selain masuk di kalangan elit dan komunitas perdagangan, juga karena adanya migrasi ulama dan orang suci ke daerah tersebut. Dan di masa kerajaan Islam inilah, hampir seluruh wilayah Sudan berada di bawah kekuasaannya. Berbagai kemajuan yang dibawa oleh Funj akhirnya menarik perhatian para ulama yang berasal dari Mesir, negara-negara Afrika Utara dan Arab Saudi. Yang kemudian banyak mendapat predikat keahlian bidang Al-Qur’an, Hukum Islam dan Tasawuf.

Tetapi dalam perjalan panjangnya, pada abad ke 18 Kerajaan Funj mengalami disintegrasi. Karena terjadinya sistem perkawinan dan kepangeranan yang kemudian berubah menjadi dinasti-dinasti otonom. Termasuk faktor lainnya adalah perdagangan yang mulai dikuasai oleh kelas menengah, dan para faqih mendapat mandat dari masyarakat petani, yang semua itu mempunyai kontribusi menggerogoti kekuasaan sultan.

Pada sekitar tahun 1786-1800, Abdurrahman Rasyid mengkonsolidasikan kesultanan Darfur di kota Elfashir. Elfashir kemudian menjadi kota pusat pemerintahan, pelatihan dan perdagangan. Pada akhir abad ke 18 M, para pedagang dan tokoh suci Islam medapat kekuasaan baru dari kesultanan Darfur untuk memerintah secara semi independent. Dengan demikian, akhirnya mereka secara partikular berhasil mengkonsolidasikan kekuasaan lokal mereka. Kerajaan Funj akhirnya tumbang karena penyerbuan bangsa Mesir pada 1820-1821 yang kemudian membuka jalan untuk terbukanya administrasi Islam.

Pada masa kerajaan Funj inilah, Sudan mengokohkan diri sebagai negara Islam. Tetapi kerajaan Funj hanya bertahan sampai tahun 1821 M. Karena setelah itu, Sudan berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani dibawah kepemimpinan Gubernur Muhammad Ali yang memerintah Mesir, dan mendapat dukungan kolonial Inggris. Muhammad Ali yang pada awalnya menjadi gubernur dibawah Turki Utsmani, pada akhirnya mendeklarasikan diri menjadi penguasa independen dan berusaha menguasai Sudan.

Kerajaan Funj sendiri merupakan kerajaan Islam pertama di Sudan, di mana kerajaan ini banyak melakukan islamisasi terhadap kaum pagan. Walaupun begitu, Islam di Sudan sudah berkembang ratusan tahun lamanya sebelum kerajaan Islam besar seperti Funj berdiri. Untuk itulah Islam di Sudan bisa dikatakan Islam yang kuat, dan agama ini telah melekat dengan masyarakat asli Sudan. Banyaknya tarekat-tarekat yang bermunculan di Sudan seperti Qadiriyah, Syadziliyah, Majdubiyah, Sammaniyah, Isma’iliyah, Hindiyah, Khatmiyah, Mahdiyah, dan lain sebagainya tidak lain juga karena pengaruh Islam yang kuat di negeri tersebut.

H. Perkembangan Islam Di Somalia

Somalia terletak di ujung Afrika berada di perairan Samudera India dan Afrika Timur. Ibu kota Somalia adalah Mogadishu. Luas wilayah negeri ini mencapai 637.657 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 99% pemeluk agama Islam. Islam masuk dan tersebar di Somalia melalui hijrahnya orang-orang Arab dari wilayah Amman, Hadramaut, dan Yaman.

Selain itu, Islam juga tersebar melalui jalur hubungan perdagangan yang tidak pernah putus sepanjang sejarah antara negeri Arab dengan Afrika Timur. Di negeri ini Islam terus berkembang sepanjang abad ke4 dan abad ke-5 H secara damai melalui perantara kabilah-kabilah yang datang dari Ihsa'.

Kerajaan Islam pertama di Somalia adalah Kerajaan Iffah yang diserang oleh orang-orang Ayyubiyah pada abad ke-8 Hijriyah/14 Masehi. Pasca runtuhnya Kerajaan Iffah atas serangan orang-orang Ayyubiyah, kaum muslimin mendirikan kerajaan Adaal.

Perselisihan dan peperangan terus berlangsung antara orang-orang Somalia dengan Ayyubiyah sampai Inggris dan Italia menjajah negeri ini pada tahun 1355 Hijriyah / 1936 Masehi. Negara ini merdeka pada tahun 1380 Hijriyah/1960 Masehi, Abdullah Usman menjadi presiden pertama di republik ini.

Pada tahun 1389 Hijriyah /1969 Masehi terjadi kudeta militer di bawah pimpinan Muhammad Said Bari. Muhammad Said Bari saat menjadi presiden membentuk sistem kepartaian baru lewat kediktatorannya. Namun, partai yang dibentuknya itu kalah pada tahun 1412 Hijriyah/1991 Masehi, lalu terpilihlah Ali Mandi sebagai presiden pemerintahan transisi.

Pemimpin lokal bernama Muhammad Farah Aidid menolak pemerintahan transisi itu, sehingga terjadi konflik bersenjata dan perang saudara di negeri ini. Terjadinya perang saudara menyebabkan kekosongan tanpa pemerintahan pusat. 

Kelompok-kelompok bersenjata yang saling bertikai tersebut menguasai wilayah-wilayah yang berbeda. Mereka menentukan sendiri batas wilayah di negeri ini. Akibat perang saudara, rakyat Somalia berada dalam kesengsaraan yang berkepanjangan.

I. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Mauritania

Sebagaimana diketahui, Islam dianut oleh 100% penduduk Mauritania sejak abad ke-10. Dan lebih perkasa lagi, setelah Bani Hasaniyah menguasai Mauritania pada abad ke-16. Baik suku bangsa Moor/Berber (putih dan hitam), Pulaar (Fulani) Soninke, Tukolor atau Wolof adalah penganut Islam yang setia, sejak berabad-abad lalu. Mereka menganut madzhab Sunni, sedangkan aliran sufi yang dianut adalah sufi Qadiriyah.

Mauritania dikenal sangat kental sebagai Republik Islam. Islam diterapkan dalam segala faktor kehidupan, baik sosial, politik, budaya maupun ekonomi. Oleh karena itu, Islam di Mauritania tidak perlu diperjuangkan seperti negara-negara Afrika hitam lainnya, namun perlu dikembangkan dengan benar, sesuai al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dalam Konstitusi yang telah diratifikasi pada tanggal 20 Juli 19991 ditegaskan bahwa ‘Mauritania adalah Republik Islam yang tak dapat diubah’. Selanjutnya dalam pasal 5 UUD tersebut dinyatakan bahwa ‘Islam adalah agama penduduk dan negara’. Dengan dua ayat tersebut menunjukkan bahwa Mauritania bukan negara sekuler, dan terjemahan selanjutnya adalah bahwa setiap penduduk Mauritania adalah Muslim, dan pegawai negeri di negara tersebut secara resmi harus beragama Islam.

Namun, menyusul peristiwa pemboman WTC New York pada tanggal 11 September 2001, pemerintah Mauritania tidak ingin dijadikan sasaran kemaranah Barat, karena semata Mauritania adalah negara Islam. Seluruh kegiatan keagamaan di Mauritania di bawah pengawasan Kementerian Pengembangan dan Kebudayaan Islam. Sehingga pemerintah akan mudah mengontrol, apakah kehidupan keberagamaan di Mauritania masih tetap moderat atau sudah sampai pada tahap ekstrim. Karena perlu diingat, bahwa memang Pemerintah Mauritania mempunyai kedekatan hubungan, baik dengan Amerika Serikat maupun Israel.

Pemerintah Mauritania, yang memang sebagai Negara Islam, tentu tak mau tercemar oleh kegiatan asing, semisal al-Qaedah, yang bisa saja meracuni generasi muda. Saat ini, memang banyak generasi muda Islam di belahan dunia manapun, sangat membenci terhadap ambivalensi politik luar negeri Amerika Serikat, yang dianggap sangat memusuhi Islam, sehingga mereka banyak terjebak pada tindakan terror sebagaimana dilakukan oleh al-Qaedah. Oleh karena itu, Mauritania sebagai negara Islam, tak ingin dianggap sebagai negara Islam yang suka dengan kekerasan dan memusuhi negara atau agama lain. Bila ini terjadi, tentu akan membahayakan pemerintah Mauritania sendiri. Pernyataan ini disampaikan oleh Perdana Menteri Mauritania, Sheikh Al Avia Ould Mohamed Khounala pada tanggal 18 Mei 2003 yang lalu. Mauritania adalah negara Islam tak terkenal di Afrika Utara, ternyata sangat membanggakan bagi perkembangan Islam di dunia.

J. Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Afrika Selatan

Islam di Afrika Selatan mungkin tiba sebelum zaman kolonial, dan terdiri dari perhubungan terpencil dengan pedagang Arab dan Afrika Timur. Banyak orang Muslim Afrika Selatan dijelaskan sebagai orang Coloured, utamanya di Tanjung Barat, termasuk yang nenek moyang datang sebagai budak dari Kepulauan Indonesia (Melayu Tanjung). Yang lainnya dijelaskan sebagai orang India, terutamanya di Kwazulu-Natal, termasuk mereka yang nenek moyangnya datang sebagai pedagang dan pegawai dari Asia Selatan; mereka telah bergabung oleh orang lain dari bagian lain Afrika serta mengkonversi Afrika Selatan yang berkulit putih atau hitam. Namun, tradisi Muslim saat ini di negara tersebut berasal dari kedatangan Syeikh Abdurahman Matebe Shah, seorang syekh Melayu dari Sumatra, pada tahun 1668. Agama Islam masuk ke wilayah Afrika sejak abad ke-17. Salah satu penyebarnya adalah warga negara keturunan Indonesia, yakni Syekh Yusuf Makassar. Hingga saat ini, umat Islam di Afrika Selatan mencapai 1,25 juta jiwa atau sekitar tiga persen dari total penduduknya yang berjumlah 49 juta jiwa.

Kendati minoritas, mereka ada di salah satu pusat pertumbuhan Islam terpesat di Benua Afrika saat ini. Sebagai ilustrasi, di Kota Soweto, tak jauh dari Johannesburg, pada pertengahan 1970-an, cuma ada 10 orang Muslim. Namun, pada awal 2002, jumlahnya berlipat seribu kali menjadi sekitar 10 ribu orang.

Masjid dan madrasah sangat mudah dijumpai. Jumlah orang di berbagai townships, pusat-pusat permukiman penduduk berkulit hitam dan miskin, semakin hari terus bertambah yang menjadi Muslim. Setiap tahun berlangsung "Festival Syahadat" yang diprakarsai oleh Syekh Dr Abdalqadir as-Sufi. Sejak awal 2000, ratusan orang memeluk Islam. Terakhir, 22 Mei 2010, sebanyak 71 orang, khususnya dari Suku Zulu, serentak kembali kepada Islam di Durban.

Mengapa Islam menarik mereka? Islam dirasakan sebagai jalan keluar dari ancaman gangsterisme dan problem sosial lain, seperti obat terlarang, kekerasan seksual, wabah korupsi, dan dekadensi moral masyarakat lain yang terus merebak di berbagai kawasan di Afrika Selatan. Perhatian Islam atas nasib kaum miskin menarik hati mereka. Dalam situasi politik rasis puluhan tahun sebelumnya, agama Islam telah dipandang sebagai salah satu bentuk resistensi dan penolakan atas tatanan masyarakat yang didasarkan doktrin apartheid tersebut.

Perlu diketahui bahwa penyebaran agama Islam di Afrika Selatan dimulai terutama oleh para ulama, bangsawan, dan para tahanan politik penjajah Belanda. Hal ini memberikan pengaruh khusus atas perkembangan Islam di Afrika Selatan. Sejarah Islam di sana memang bersamaan dengan sejarah kolonialisme. Islam telah berada di Afrika Selatan selamakurang lebih tiga ratus tahun lamanya. Meski relatif kecil, peran mereka kini semakin besar dan penting.

Media massa Muslim, baik elektronik maupun cetak, sebagai satu indikasi yang mudah dilihat, telah berkembang dan menempati posisi penting di mata publik. Di seluruh Afrika Selatan, pada 2005, diperkirakan terdapat sekitar 455 masjid dan 408 lembaga-lembaga pendidikan mulai dari madrasah, sekolah lanjutan, sampai universitas. Jumlah organisasi sosial dan kesejahteraan, lembaga budaya dan perdagangan, serta media massa mencapai 465 lembaga. Sejak awal 2006, organisasi sosial kemasyarakatan ini bahkan telah meningkat menjadi 1.328 lembaga.

Kaum Muslim di Afrika Selatan terpusat di dua kota besar, yaitu Durban dan Cape Town, selain di Johannesburg, Port Eliazabeth, Pretoria, dan Soweto. Cape Town, khususnya, merupakan pusat keberadaan kaum Muslim di Afrika Selatan. Di sini, jumlah Muslim sekitar 700 ribu orang atau 30 persen dari jumlah penduduknya.Jadi, suasana di berbagai sudut Cape Town tak ubahnya seperti kota Muslim lain di mana pun penuh orang berpakaian Muslim berlalu lalang, banyak restoran dan kedai halal, serta kubah dan menara masjid tampak menjulang di seantero kota. Di sini pula, anak keturunan Syekh Yusuf al-Makassari dan bangsawan ulama dari nusantara lainnya beserta para pengikutnya bermukim. Oleh pemerintah kolonial Belanda dulu dan diteruskan selama masa Apartheid, mereka disebut sebagai Cape Malay. Jumlahnya sekarang diperkirakan sekitar 170 ribuan orang.

Pesatnya perkembangan Islam di Afrika Selatan adalah lantaran kemiskinan. Islam memberikan jawaban atas kemiskinan lewat zakat, sedekah, wakaf dan sejenisnya. Bagi masyarakat Afrika, Islam memberikan jalan keluar untuk masalah sosial. Afrika adalah negeri dengan mayoritas Kristen lantaran lama dijajah Eropa dan lantas menjadi koloni Inggris. Namun klausul tentang zakat ternyata menarik penduduk asli untuk pindah agama. Sementara bagi intelektual muda, reformasi sosial dan gaya hidup yang dianggap lebih suci merupakan faktor penentu. Tahun 1976, hanya ada sekitar 10 orang warga berkulit hitam yang beragama Islam di Soweto. Mereka dekat satu  sama lain. Beberapa warga yang memeluk Islam lantas mengubah namanya menjadi nama Islam. Hanya nama belakang saja yang dibiarkan sebagai identitas pribadi. Mereka mengindentikkan diri dengan Bilal, seorang budak yang dimerdekakan dan lantas menjadi muadzin pada zaman Rasulullah SAW.











BAB III

PENUTUP


  1. Simpulan

Kesempurnaan Islam tidak hanya sebatas pada ranah akidah saja, tetapi juga pada ranah-ranah lain termasuk ranah sosial dan politik serta ranah pendidikan. Kesempurnaan ini lah yang menjadikan Islam begitu mudah untuk diterima di semua kalangan. Selain kesempurnaan ajaranya, tersebarnya Islam ke berbagai penjuru dunia juga sangat dipengaruhi oleh pembawanya. Para pendakwah yang membawakan Islam dengan cara yang santun erta bersifat akomodif terhadap budaya lokal membuat Islam mudah tersebar ke berbagai penjuru. Meskipun terkadang terjadi peperangan, namun jika ditelusuri, peperangan-peperangan itu bukanlah untuk tujuan keagamaan, melainkan lebih ke tujuan politis. Adapun ternyata dari situ Islam turut tersebar, maka hal itu bisa dibilang sebagai keuntungan. Masuk dan tersebar serta berkembangnya Islam di Asia dan Afrika juga tidak terlepas dari faktor-faktor di atas.

Islam yang disebarkan dengan cara yang bermacam-macam sesuai kondisi target membuat Islam mudah masuk ke negaranegara yang berada dalam wilayah tersebut. Lebih dari itu, Islam pun mampu menggusur agama-agama lain yang telah ada sebelumnya. Di Asia, negara-negara yang menjadi basis Islam sejak zaman klasik hingga zaman modern di antaranya Arab Saudi, Yaman, Irak, serta negara-negara timur tengah lainnya. Adapun di Afrika, negara-negara yang menjadi basis Islam di antaranya Mesir, Aljazair, Sudan, Somalia, Mauritania dan Afrika Selatan. Dan di wilayah Asia sendiri pada Cina, Jepang, Korea dan Taiwan. 

Dengan mengetahui bagaimana perkembangan Islam di Asia dan Afrika, diharapkan umat Islam mampu mengambil ibrah atau pelajaran dari berbagai peristiwa yang ada. Ibrah atau pelajaran-pelajaran itu hendaknya tidak sebatas dijadikan pelajaran belaka, namun diharapkan mampu menjadi pijakan dalam menentukan arah dan langkah ke depan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, begitu pun agama yang besar adalah agama yang menghargai sejarahnya.

  1. Saran

              Demikian makalah ini penulis susun. Pemakalah berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi lebih baiknya makalah selanjutnya. Semoga ini berguna bagi pemakalah pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.













DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Akbar S. 2007. Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta: Erlangga.

 Kettani, M. Ali. 2005. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Mulia, TSG. 1952.  India Sejarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan. Jakarta: Balai Pustaka.

Wahid, Abdurrahman. 2001. Pergulatan Negara, agama dan Kebudayaan. Depok: Desantara.

Nur Hasan, Alumnus International University of Africa, Sudan. Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Darsti, Soeratman. 2012. Sejarah Afrika. Ombak: Yogyakarta.

Suara Muhammadiyah, Edisi 15 2004.

 http://afiarti.blogspot.com/2014/12/perkembangan-agama-islam-di-asia-timur.html?m=1, (Diakses Kamis, 20/05/2021 pukul 20:00 WIB).

http://afiarti.blogspot.com/2014/12/perkembangan-agama-islam-di-asia-timur.html?m=1, diakses, (Diakses Kamis, 20/05/2021 pukul 20:15 WIB).

http://suryaputraalhikmah.blogspot.com/2012/03/islam-di-asia-timur-cina-dan-jepang.html, (Diakses Kamis, 20/05/2021 pukul 21:00 WIB).

http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Jepang, diakses pada (Diakses Kamis, 20/05/2021 pukul 21:16 WIB).

http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Korea, (Diakses Rabu, 19/05/2021 pukul 14:00 WIB).

 "Islam di Taiwan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id.m.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Taiwan, (Diakses Rabu, 19/05/2021 pukul 14:00 WIB).

https://kota-islam.blogspot.com/2014/02/sejarah-masuk-islam-di-mesir.html?m=1, (Diakses Ahad, 23 Mei, Pukul 09:56 WIB).

https://harakatuna.com/perkembangan-islam-di-sudan-dan-sejarah-bahasa-arab-menjadi-bahasa-resmi-negara.html, ( Diakses Sabtu, 22 Mei 2021, Pukul 18:42 WIB ).

 "Sejarah Perkembangan Islam di Sudan, Mauritania dan Somalia - Dadanby" https://dadanby.blogspot.com/2021/02/sejarah-perkembangan-islam-di-sudan-mauritania-dan-somalia.html?m=1, (Diakses Sabtu, 22 Mei, Pukul 23:07 WIB).

https://www.google.com/amp/s/chamzawi.wordpress.com/2008/07/26/islam-di-mauritania/amp/ (Diakses 22 Mei 2021, Pukul 23:11 WIB).

http://wartasejarah.blogspot.com/2015/06/perkembangan-islam-di-afrika-selatan.html?m=1, ( Diakses Sabtu 22 Mei 2021, Pukul 23:27 WIB). 


Makalah Perkembangan Islam Asia Afrika





Maklah Analisis Kepuasan Pengguna Dalam Pendidikan

MAKALAH MAQAMAT DAN HAL SERTA LATIHAN BATHIN (TAKHALLI, TAHALLI,

Makalah Landasan Dan Kurikulum PAI

Konsep Dasar Pengembangan Instrumen Penilaian Agama Islam

Maklah Statistik Bab II Pembahasan



Dress Wanita 30 Ribuan!!! Ada Disini !😍🤗

Yuk Mampir Ke Toko Online Syintia Berikhtiar, Banyak Tersedia Pakaian Muslim Yang ganteng dan cantik loh. Hanya di Toko Online Syintia Berikhtiar Klik Disini

Buket Cantik Start Harga 20 Ribuan 😮 Hanya Di Syeenish Bouquet


"Menyediakan Berbagai Macam Buket"

*Buket Bunga
*Buket Snack
*Buket Jilbab
*Buket Boneka
*Buket Uang
*Buket Rekwesan

Start Harga 20 K Loh


Admin WhatsApp 

Website: Habibah Purnama 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

(DOC) AYAT DAN HADITS TENTANG BERSYUKUR

(DOC) RPP Perkembangan Bani Ummayyah I

(DOC) MAKALAH SHIFAT HURUF HIJAIYAH